Cintai merupakan sesuatu yang abstrak, namun bisa dirasakan. Setiap orang yang normal, pasti memiliki rasa cinta di hatinya, meskipun tidak pernah ia ungkapkan dengan lisan. Mencintai dapat membuat suasana hati manusia bahagia, tapi juga bisa membuatnya sengsara. Tergantung siapa yang mereka cintai. Bahkan Imam Fudlail mengatakan:
نظر الرجل إلى وجه أخيه على المودة والرحمة عبادة
Artinya: "Pandangan seseorang kepada saudaranya dengan penuh cinta dan kasih sayang adalah ibadah."
Terkait esensi cinta, ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda. Menurut Imam Ghazali, "Cinta adalah ungkapan dari ketertarikan watak terhadap sesuatu yang dianggap nyaman. Ketika ketertarikan tersebut memuncak dan menjadi kuat, maka disebut isyqun (sangat cinta). Dan cinta itu tidak akan tergambarkan, kecuali dengan mengenal atau mengetahui yang dicintai." Oleh karena itu, cinta versi Imam Ghazali ini tidak bisa direalisasikan kepada benda-benda padat, seperti batu, kayu, rumah, dsb. Karena hanya makhluk hidup yang bisa menerima predikat dicintai.
Berbeda dengan hakikat cinta menurut pandangan Robiah al-Adawayah, tokoh sufi wanita yang terkemuka di zamannya. Diceritakan, bahwa dahulu ada seorang laki-laki yang sangat mencintainya dan ingin menyuntingnya. Lalu Robiah al-Adawiyah bertanya, "Apa yang engkau cintai dariku?"
Lelaki itupun menjawab, "Aku jatuh cinta dengan kecantikanmu, matamu dan kesolehahanmu."
Lalu Robiah al-Adawiyah mengatakan, "Kalau begitu aku mempunyai adik perempuan yang lebih muda, lebih cantik, matanya lebih indah, dan dia lebih solehah dariku. Sekarang dia ada di belakangmu."
Seketika itu, lelaki itu berpaling kebelakang, lalu mengatakan, "Anda pendusta."
"Adakah cinta menoleh kepada yang lain? Kata Rabiah al-Adawiyah. Akhirnya lelaki itupun merasa malu dan membatalkan keinginannya.
Dari kisah ini ada indikasi, bahwa hakikat cinta menurut Robiah al-Adawiyah bukan tentang cantik dan indahnya rupa orang yang yang dicintai. Sebab ketika dia menemukan orang yang lebih cantik dan indah, maka dia akan berpaling padanya.
Beda lagi dengan hakikat cinta yang dikemukakan oleh Qais -seorang sastrawan arab muda yang tergila-gila pada kecantikan Laila-, yang dikenal dengan julukan Laila Majnun. Dalam salah satu gubahan syiirnya dia mengatakan:
مررت على الديار ديار ليلى # ٱقبل ذا الجدارا وذا الجدارا
فما حب الديار شغفن قلبي # ولكن حب من سكن الديارا
"Aku lewat di desa Laila tinggal, (lalu) aku cium tembok-temboknya. Bukan karena hatiku tertarik pada tembok itu, melainkan karena mencintai penghuni rumahnya."
Menurut perspektif Qais, cinta yang sebenarnya adalah ketika ia juga mencintai susuatu yang berhubungan dengan yang dicintai.
Sebab-sebab Datangnya Cinta
Jatuh cinta bisa muncul kapan saja dan di mana saja, tetapi pasti ada sebab yang membuat seseorang jatuh cinta. Dalam hal ini Imam Ghazali meringkasnya menjadi lima. Pertama, mencintai karena dirinya sendiri. Setiap manusia pasti akan mencintai dirinya sendiri, sebelum mencintai orang lain. Dengan mencintai dirinya sendiri, maka akan muncul rasa cinta kepada Allah. Sebagaimana yang ditegaskan oleh ulama:
من عرف نفسه عرف ربه
Artinya: "Orang yang mengenal dirinya, pasti mengenal tuhannya."
Kedua, mencintai orang lain karena kebaikannya kepada kita. Tidak bisa dipungkiri, setiap orang pasti akan merasa senang dan canggung ketika ada orang lain berbuat baik padanya. Meskipun orang itu adalah musuh terbesarnya sebelum itu.
Ketiga, mencintai orang yang berbuat baik pada dirinya sendiri. Meskipun tidak pernah berbuat baik pada kita. Logikanya, ketika kita mendapati pemimpin yang adil, bijak, dan lemah lembut, maka kita akan merasa senang, walaupun pemimpin tidak pernah memberikan kita sesuatu.
Keempat, mencintai sebab keindahan seseorang. Indah di sini ada dua kategori. Indah zohir, seperti wajah, badan, dsb. Dan indah batin, yaitu hati. Indah semacam ini hanya bisa diperoleh orang-orang tertentu, seperti para nabi dan orang soleh. Sedangkan indah yang pertama bersifat umum, siapa saja bisa memilikinya.
Terakhir, yang kelima, adanya hubungan antara pencinta dan yang dicintai. Baik itu hubungan keluarga, teman, nabi dengan umatnya, dan hamba dengan penciptanya.
Maka dari sebab-sebab di atas, hanya Allah yang paling berhak untuk dicintai. Dia adalah dzat yang menciptakan rasa cinta. Dan itulah yang dikatakan cinta yang sejati dan abadi.
Cinta yang sejati dan abadi hanya kepada Dzat yang menciptakan cinta
BalasHapus