Jumat, 21 April 2023

Rambu-rambu Syariat Dalam Legalitas Mengidolakan Non-muslim?

       Setiap orang pasti memiliki sosok yang diidolakan dalam hidupnya, baik ulama, habaib, artis, dsb. Penyebabnya pun beragam, ada yang mengagumi karismanya, keindahan wajahnya, atau keahliannya dalam bidang tertentu yang membuat seseorang menjadi fans sosok itu, seperti menulis, menyanyi, dan berakting. Memiliki idola sudah menjadi suatu yang wajar, bahkan syariat menganjurkan kita agar mengagumi dan mengidolakan orang-orang yang dianggap baik.  

      Namun yang menjadi problem, ketika yang kita kagumi atau idolakan adalah seorang non muslim, seperti Ronaldo, taehyung, Messi, dan Joonkok. Lebih parahnya lagi, banyak dari para fans yang rela mengeluarkan biaya yang cukup besar hanya untuk bisa bertemu atau meminta tanda tangan dari sosok yang dikagumi. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadis:

فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . 
قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

       "Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai."

Anas pun mengatakan, "Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan 'Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka." (HR. Bukhori Muslim).

        Sedangkan dalam riwayat Thobroni dalam Mu'jamnya, dari 'Aisyah secara marfu' (sampai Rosulullah):

لَا يُحِبّ أَحَد قَوْمًا إِلَّا حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْم الْقِيَامَة

       "Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum, melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti." (HR. Imam Thobroni).

       Sekilas, diksi dua Hadis ini mengindikasikan ketidak bolehan kita mencintai atau mengagumi seorang non muslim. Sebab, seorang pencinta akan bersama sosok yang dicintai kelak di akhirat. Otomatis ketika yang dicintai masuk Neraka, dia juga akan masuk Neraka bersamanya.

       Namun, untuk memutuskan hukum mengidolakan non muslim, tidak bisa hanya dengan mengandalkan pemahaman gamblang dari Hadis itu. Perlu adanya analisis mendalam dari makolah-makolah ulama untuk memecahkan problematika tersebut. Karena hanya mereka yang mampu menggali hukum dari al-Quran dan al-Hadis dengan cermat dan obyektif.

       Salah satu ulama yang berkomentar terkait hukum mengidolakan atau mengagumi non muslim adalah al-'Allamah Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin 'Umar al-Bujairimi al-Azhari, dalam karya fenomenalnya, yang bertajuk Tuhfatul Habib 'ala Syarhil Khotib juz 4 halaman 291:

أَنَّ الْمَيْلَ إلَيْهِ بِالْقَلْبِ حَرَامٌ وَإِنْ كَانَ سَبَبُهُ مَا يَصِلُ إلَيْهِ مِنْ الْإِحْسَانِ أَوْ دَفْعَ مَضَرَّةٍ وَيَنْبَغِي تَقْيِيدُ ذَلِكَ بِمَا إذَا طَلَبَ حُصُولَ الْمَيْلِ بِالِاسْتِرْسَالِ فِي أَسْبَابِ الْمَحَبَّةِ إلَى حُصُولِهَا بِقَلْبِهِ وَإِلَّا فَالْأُمُورُ الضَّرُورِيَّةُ لَا تَدْخُلُ تَحْتَ حَدِّ التَّكْلِيفِ وَبِتَقْدِيرِ حُصُولِهَا. يَنْبَغِي السَّعْيُ فِي دَفْعِهَا مَا أَمْكَنَ فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ دَفْعُهَا لَمْ يُؤَاخَذْ بِهَا ع ش عَلَى م ر.

Artinya: "Diharamkan untuk mencintainya (non muslim), meskipun rasa tersebut muncul dari sebuah kebaikannya atau jasanya. Hanya saja ini diarahkan ketika perasaan ini muncul sebab adanya usaha, semisal surat menyurat, sehingga membuatnya jatuh cinta.

Tapi, jika rasa tersebut muncul tanpa adanya usaha, maka distatuskan sebagai sesuatu yang daruriyyah. Dalam hal ini ia tidak dikenai taklif. Hanya saja seyogyanya ia berusaha untuk menghilangkan rasa tersebut semampunya, jika tidak memungkinkan, maka jangan perdulikan rasa cinta tersebut."

Keterangan serupa juga disampaikan oleh Syekh Salamah Al-Qalyubi, dalam kitab Hasyiyatul Qolyubi juz 4 halaman 236:

  وَيَحْرُمُ الْمَيْلُ إلَيْهِمْ بِالْقَلْبِ مِنْ حَيْثُ الْكُفْرُ وَيُكْرَهُ لِغَيْرِهِ، وَتُكْرَهُ مُهَادَاتُهُمْ إلَّا لِنَحْوِ رَحِمٍ أَوْ رَجَاءَ إسْلَامٍ أَوْ جِوَارٍ

Artinya: "Haram untuk mencintai mereka (non muslim) karena kekafirannya, dan dihukumi makruh jika mencintai mereka karena faktor selainnya. Maka makruh memberi mereka hadiah, kecuali karena mereka merupakan sanak famili, besar kemungkinannya untuk masuk Islam, atau tetangga."

       Dari redaksi di atas, jelas kiranya mengenai hukum mengidolakan seorang non muslim dalam koredor syariat, versi ulama salaf, sesuai penelitian yang mereka ambil dari al-Quran dan al-Hadis.

Hukum Mengenakan Aksesoris Non Muslim

       Kalau di atas kita telah mengupas tuntas hukum mengidolakan non muslim, maka kali ini kita akan bahas perihal mengenakan aksesoris mereka. Seorang fans yang mengagumi sosok idola akan rentan menirukan gaya hidupnya, entah itu cara berjalan, berfoto, ataupun berpakaian. Terkait meniru atau mengenakan aksesoris non muslim Nabi menegaskan:

مَن تَشَبَّهَ بِقَومٍ فهو مِنهُم

Artinya: "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."(HR. Imam Abu Daud).

Hadis ini menjadi dalil atas haramnya menyerupai non muslim, terutama dalam hal berpakaian. Untuk lebih detailnya, kita bisa menengok pandangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur Ba'alawi, dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin halaman 649:

 حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزي الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم ميلاً إلى دينهم وقاصداً التشبه بهم في شعائر الكفر ، أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما ، وإما أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم ، وإما أن يتفق له من غير قصد فيكره كشد الرداء في الصلاة.

Artinya: "Kesimpulan yang diutarakan ulama tentang berdandan dengan pakaian orang kafir adakalanya dia memakai pakaian mereka karena condong pada agama mereka dan bertujuan untuk meniru mereka dalam ritual kekafiran, atau dia berjalan bersama mereka ke tempat peribadahan mereka, maka hal itu dihukumi kufur. Adakalanya dia tidak bermaksud demikian, melainkan hanya bermaksud meniru mereka dalam syiar-syiar hari raya atau melakukan transaksi yang halal dengan mereka, maka dia berdosa. Adakalanya dia kebetulan menyamai mereka dalam berpakaian, tanpa adanya tujuan, maka hal itu dimakruhkan, seperti mengencangkan sorban ketika salat."

       Dipaham dari keterangan di atas, bahwa hukum mengenakan aksesoris non muslim terbagi menjadi tiga kategori, kufur, haram, dan makruh. Namun yang perlu digaris bawahi, bahwa ketiga hukum tersebut hanya bisa berlaku ketika aksesoris yang dikenakan sudah menjadi ciri khas non muslim, seperti baju natal, lambang salib, dll. Beda halnya dengan aksesoris yang dikenakan oleh banyak orang secara umum, tanpa pandang agama, misalnya celana, kemeja, dan aksesoris lainnya yang tidak terpaku khusus pada satu agama. Maka hal itu dilegalkan, selagi tidak menimbulkan hal-hal yang diharamkan.

9 komentar: