Saya memang tidak pernah mondok di Pesantren Lirboyo, tapi setiap Bulan Ramadhan saya selalu menyempatkan untuk ngaji tabarrukan kepada masyayikh Lirboyo. Meskipun waktunya singkat, tapi ngaji di sana sangat berkesan bagi saya. Bayangkan hanya dalam kurun waktu 20 hari bisa menghatamkan 3-5 kitab. Begitulah yang dirasakan oleh para santri pasanan (santri Ramadhan) di Pondok Lirboyo. Tak heran kalau sistem pengajian semacam ini dekenal dengan ngaji kilatan; metode pembelajaran yang intensif dalam jangka waktu singkat.
Berikut list pengajian kitab yang rampung saya kaji di Pesantren Lirboyo: Kitab Ta'limul Muta'allim dan Adzkar an-Nawawi diasuh oleh KH. Anwar Manshur. Jawahirul Bukhori, Arbain an-Nawawi, at-Tibyan, dan ar-Riyadh al-Badi'ah kepada KH. Abdullah Kafabihi Mahrus. Sedangkan Dalailul Khoirot saya bandong di tiga kyai sekaligus: KH. Anwar Manshur, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, dan KH. An'im Falahuddin Mahrus.
Bagi setiap santri kyai bukan sekedar guru yang mengajarinya ilmu, ia adalah murobbir ruh (pendidik jiwa). Para ulama pun sepakat bahwa guru itu lebih tinggi jasanya ketimbang orang tua. Sebab, orang tua hanya memberi bekal untuk hidup di dunia, sedangkan guru yang menuntunnya menempuh kehidupan abadi di akhirat.
Sudah seyogyanya bagi santri untuk menjaga marwah kyai dan pesantrennya. Dan membelanya adalah harga mati. Ini bukan sikap fanatik buta, karena kesetiaan santri kepada kyainya atas dasar cinta dan taat.
Saya pribadi sungguh amat terluka saat ditontonkan framing negatif pada program xpose uncensored yang diunggah oleh Trans7. Terlebih ketika dalam potongan video tersebut menampilkan KH. Anwar Manshur namun dengan narasi yang terkesan menyudutkannya dan menganggap pesantren sebagai sarangnya praktik feodalisme dan eksploitatif. Tapi saya yakin mereka bernarasi sedemikian karena tidak pernah mencicipi kehidupan di pesantren. Dan mereka juga tidak kenal siapa sosok KH. Anwar Manshur yang mereka fitnah.
Mengenal Sosok KH. Anwar Manshur
KH. Anwar Manshur adalah sosok kyai yang sederhana dan low profile (tidak ingin dikenal). Ia bukan singa podium yang berkoar-koar di atas mimbar. Ia hanya seorang kyai yang telaten mengajari santri-santrinya kitab gundul dengan sistem bandongan ala kyai-kyai kuno.
Soal istiqomah, beliau tidak diragukan. Pengalaman saya waktu di Lirboyo, setiap jam tiga beliau sudah stand by di masjid lawang songo, melaksanakan salat tahajjud, membaca wirid dan wadzifah yang lain sampai dikumandangkan adzan shubuh. Dengan usia yang hampir satu abad, beliau tetap istiqomah memngimami berjamaah salat shubuh di masjid Lirboyo itu.
Selain itu, beliau juga sangat ramah kepada tamu-tamunya. Beliau tidak pernah pilah-pilih tamu, siapapun orangnya: petani, pejabat, kaya, miskin, mulai yang sekedar mencari berkah sampai yang bermaksud untuk politik, semuanya beliau rangkul dan dilayani selayaknya. Sedikit cerita saat saya berkunjung ke dalem (rumah) beliau:
Awal kali ke Pondok Lirboyo, saya menyempatkan diri untuk sowan kepada KH. Anwar Manshur bersama kedua teman saya. Pada waktu itu, saya sempat punya sangkaan bahwa beliau tidak akan menerima kami bertiga, karena saya tahu kegiatan beliau super sibuk. Namun, diluar dugaan, beliau sangat ramah dan menjamu kami dengan baik. Beliau juga sempat menanyakan asal kami. Bahkan yang bikin kami tercengang, setiap kali kami selesai menjawab pertanyaannya, beliau mengadahkan kedua tangannya dan berdoa. Ini diluar ekspektasi kami bertiga. Yang awalnya kami hanya ingin bersalaman dan mencium tangannya, tapi beliau memberi hal yang lebih berharga dari itu.
Oleh karenanya kami mohon, stop memfitnah pesantren dan kyai-kyai kami; roan/kerja bakti kalian anggap eksploitasi, dan adab sebagai feodalisme. Ini bukan soal pembelaan semata, tapi kami tidak rela jika kyai-kyai diinjak-injak kehormatannya. Sudah tugas santri menjaga marwah kyai dan pesantrennya.