Jumat, 28 November 2025

NU Masih Baik-Baik Saja!

Semenjak dikeluarkannya surat pemakzulan Ketum PBNU pada tanggal 20 November hingga saat ini, organisasi yang didirikan oleh para kiyai ini selalu menjadi sorotan publik. Berbagai media mulai yang maya, koran, televisi, semuanya berlomba-lomba membahas isu ini. Sayangnya tidak semuanya menginformasikan hal-hal baik, kebanyakan memframing negatif, bahkan mengumbar fitnah. 

Entah apa ini hanyalah opini saya atau sebuah fakta yang tidak bisa dibelokkan. Akhir-akhir ini banyak media yang menginterpretasikan hal-hal negatif, terlebih topik yang berbau kepesantrenan: ro'an penyebab musholla roboh di al-Khoziny, tuduhan praktek feodalisme di Lirboyo, dan sekarang NU terpecah menjadi dua kubu, kubu Rais 'Aam dan Ketum. 

Lebih aneh lagi ketika ada sebagian orang yang sok tau tentang NU, padahal ia bukan warga NU. Seakan-akan saat NU terjadi konflik, ia langsung mendapatkan ilham atau mukjizat dan langsung mengetahui seluk-beluknya. Lalu ia dengan seenaknya menafsirkan bahwa NU itu begini dan begitu. 

Saya tegaskan bahwa NU masih baik-baik saja! Apa yang terjadi saat ini tidak menjadikan NU terpecah. NU tetap satu dan seterusnya akan seperti itu. Yang menganggap NU terpecah menjadi dua kubu itu murni framing dan opini-opini media. Media saat ini lebih fokus ke target pemasaran dari pada tulisan yang objektif. Itulah yang terjadi saat ini. 

Konflik yang terjadi di Organisasi NU saat ini sebatas konflik internal dan tidak menyebabkan organisasi ini terpecah belah. Kiyai-kiyai kami selalu mengajarkan bahwa perbedaan pendapat tidak lantas menciptakan perpecahan, apalagi permusuhan. Contoh kecilnya seperti perbedaan perspektif KH. Hasyim Asy'ari dengan KH. Fakih Maskumambang terkait legalitas kentongan sebagai penanda masuknya salat. Atau perbedaan pandangan anatara KH. Musthofa Bisyri dan KH. Wahab Hasbullah dalam masalah bunga bank. Dan banyak lagi contoh lainnya, yang pada intinya perbedaan itu tidak menjadikan NU terpecah. 

Selain itu, pemakzulan jabatan di NU atau bahkan di organisasi lain sudah biasa terjadi. Jadi jangan terlalu terkesima atau menganggapnya hal aneh bin ajaib. KH. Idham Chalid mengundurkan diri dari Ketum PBNU atas pengajuan sejumlah ulama sepuh. KH. Hasyim Muzadi juga sempat diajukan untuk turun dari PBNU, tapi tekanan tidak datang dari ulama sepuh, justru dari GP Ansor, salah satu badan otonom terbesar di NU, meskipun pada akhirnya beliau tetap bertahan. 

Tujuan utama tulisan ini bukan untuk ikut campur terhadap isu-isu yang terjadi, lebih-lebih memperkeruh keadaan. Saya hanya ingin meminta agar media-media stop memframing negatif atau mengumbar fitnah terkait kepesantrenan atau keNUan. Dan sekali lagi saya tegaskan bahwa NU masih baik-baik saja! 

Sabtu, 15 November 2025

Memahami Esensi Qodo dan Qodar

Imam Ibnu Hajar al-Ashqolani menukil dari Imam al-Karamani, "Qodo adalah ketetapan universal secara global sementara qodar adalah parsial ketetapan tersebut secara spesifik."

Lebih mudahnya, qodo berarti suatu ketetapan dan keputusan Allah yang telah ditentukan di zaman azali (sebelum diciptakan segala sesuatu). Dan qodar berarti ukuran atau ketentuan Allah yang sesuai dengan ketetapan-Nya.

Sesuai dengan ideologi Ahlussunnah wal Jamaah, bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan takdir Allah dan ketetapan-Nya. Entah itu perkataan, perbuatan, baik, ataupun buruk.

Allah berfirman:

قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

"Katakanlah, 'Semuanya (datang) dari sisi Allah.' Mengapa orang-orang itu hampir tidak memahami pembicaraan?" (QS. An-Nisa': 78).

قُلِ اللّٰهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ.

"Katakanlah, 'Allah pencipta segala sesuatu dan Dialah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa." (QS. Ar-Ra'd: 16).

هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللّٰهِ يَرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۖ فَاَنّٰى تُؤْفَكُوْنَ.

"Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia. Lalu, bagaimana kamu dapat dipalingkan (dari ketauhidan)?" (QS. Fathir: 3).

اَفَمَنْ يَّخْلُقُ كَمَنْ لَّا يَخْلُقُۗ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ.

"Maka, apakah (Zat) yang (dapat) menciptakan (sesuatu) sama dengan yang tidak (dapat) menciptakan? Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. An-Nahl: 17).

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ.

"Padahal Allahlah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. Ash-Shaffat: 96).

Question & Answer

Question: Kalau segala sesuatu itu takdir Allah dan diciptakan oleh-Nya, lantas mengapa di al-Quran disebutkan bahwa Dia (Allah) tidak memerintah keburukan?

قُلْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِۗ اَتَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ.

"Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kekejian. Pantaskah kamu mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui?" (QS. Al-A'raf: 28)

Answer: Perintah Allah bukan termasuk qodo. Ulama Ahlussunnah wal Jamaah sepakat bahwa segala sesuatu tidak terjadi kecuali kehendak dari Allah, meskipun Dia tidak pernah memerintahkannya.

Beda halnya dengan Kaum Mu'tazilah yang berasumsi bahwa Allah tidak menghendaki keburukan, karena jika Dia menghendakinya, maka pasti juga diperintahkan. Oleh karena itu, (menurut Mu'tazilah) jika dalam surat al-A'rof ayat 8 dijelaskan bahwa Allah tidak memerintahkan keburukan, berarti hal itu tidak dikehendaki-Nya.

Question: Tapi dalam ayat yang lain, Allah menegaskan bahwa hasanah (kebaikan) itu dari Allah dan sayyiah (keburukan) dari dirimu sendiri?

مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَۗ وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًاۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا.

"Kebaikan (nikmat) apa pun yang kamu peroleh (berasal) dari Allah, sedangkan keburukan (bencana) apa pun yang menimpamu itu disebabkan oleh (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutus engkau (Nabi Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Cukuplah Allah sebagai saksi." (QS. An-Nisa': 79)

Answer: Dalam ayat ini Allah mengajarkan adab (etika) pada kita, dengan menyandarkan kebaikan kepada-Nya sedangkan keburukan kepada kita sendiri. Hal ini juga pernah dicontohkan oleh Nabi Khidir.

اَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسٰكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِى الْبَحْرِ فَاَرَدْتُّ اَنْ اَعِيْبَهَاۗ وَكَانَ وَرَاۤءَهُمْ مَّلِكٌ يَّأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبًا.

"Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Maka, aku bermaksud membuatnya cacat karena di hadapan mereka ada seorang raja (zalim) yang mengambil setiap perahu (yang baik) secara paksa." (QS. Al-Kahf: 79).

وَاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهٗ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًاۚ فَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْ يَّبْلُغَآ اَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلْتُهٗ عَنْ اَمْرِيْۗ ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًاۗ.

"Adapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota itu dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka adalah orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku (sendiri). Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya." (QS. Al-Kahf: 82).

Nabi Ibrahim juga pernah mencontohkan hal yang sama. Beliau menyandangkan sakit kepada dirinya dan kesembuhan kepada Allah.

وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِۙ.

"Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku." (QS. Asy-Syu'ara': 80).

Question: Allah itu Maha Suci, sedangkan keburukan kontradiksi dengan sifat suci. Maka mustahil jika Allah yang menetapkan dan menciptakan keburukan?

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَيَخْتَارُۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ.

"Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan." (QS. Al-Qashash: 68).

Answer: Perbuatan dicap buruk bagi seorang hamba karena melanggar perintah-Nya atau menerjang larangan-Nya. Sedangkan Allah adalah Dzat yang memerintah, melarang, dan yang menciptakan.

Sebagai penutup, ada sebuah kisah pertemuan antara ulama Ahlussunnah wal Jamaah dengan tokoh Mu'tazilah.

Mu'tazilah: Maha Suci Dzat yang bersih dari kebajikan.

Sunni: Maha Suci Dzat yang tidak terjadi pada ciptaan-Nya kecuali dikehendaki-Nya.

Mu'tazilah: Apakah Tuhan bermaksiat?

Sunni: Apakah Tuhan bermaksiat secara terpaksa?

Mu'tazilah: Jika Tuhan tidak memberiku hidayah dan aku ditakdirkan hal buruk apakah itu baik bagiku atau jelek?

Sunni: Jika disandarkan kepadamu, maka itu jelek. Jika sandingkan kepada-Nya, maka itu baik.