Kamis, 28 Maret 2024

Menjadi Pemimpin Ideal

               Kepemimpinan merupakan hal penting dalam suatu organisasi, baik yang bersifat formal maupun informal. Sebab, kepemimpinan adalah salah satu kunci vital keberhasilan organisasi dapat tercapai. Semua keputusan, pergerakan, dan laju pembangunan tidak akan efektif tanpa adanya seorang pemimpin. Untuk itu, tidak semua orang bisa menjadi pemimpin. Ada beberapa kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pemimpin agar diakui sebagai pemimpin yang ideal dan bertanggung jawab. Dengan begitu, semua kebijakannya bisa diterima oleh semua kalangan tanpa adanya unsur keterpaksaan. Allah berfinman;
ูŠٰุฏَุงูˆุٗฏُ ุงِู†َّุง ุฌَุนَู„ْู†ٰูƒَ ุฎَู„ِูŠْูَุฉً ูِู‰ ุงู„ْุงَุฑْุถِ ูَุงุญْูƒُู…ْ ุจَูŠْู†َ ุงู„ู†َّุงุณِ ุจِุงู„ْุญَู‚ِّ ูˆَู„َุง ุชَุชَّุจِุนِ ุงู„ْู‡َูˆٰู‰ ูَูŠُุถِู„َّูƒَ ุนَู†ْ ุณَุจِูŠْู„ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุۗงِู†َّ ุงู„َّุฐِูŠْู†َ ูŠَุถِู„ُّูˆْู†َ ุนَู†ْ ุณَุจِูŠْู„ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ู„َู‡ُู…ْ ุนَุฐَุงุจٌ ุดَุฏِูŠْุฏٌ ุۢจِู…َุง ู†َุณُูˆْุง ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْุญِุณَุงุจ
Artinya: “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.” (QS. Shad : 26).
              Pada ayat ini, Allah memberi titah kepada Nabi Daud agar memberi keputusan terhadap perkara yang terjadi antara manusia dengan keputusan yang adil dengan berpedoman pada wahyu yang diturunkan kepadanya. Dalam wahyu itu terdapat hukum yang mengatur kesejahteraan manusia di dunia dan kebahagiaan mereka di akhirat. Oleh sebab itu Allah melarang Nabi Daud memperturutkan hawa nafsunya dalam melaksanakan segala macam urusan yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
               Ayat ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus bersikap adil, berpengetahuan yang luas, dan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Di samping itu, seorang pemimpin tidak boleh memperturutkan hawa nafsunya dalam mengambil keputusan, sehingga membuatnya tidak berlaku adil saat memberikan kebijakan dan pendapatnya bertolak belakang dengan norma-norma syariat.
                  Imam Mawardi, pencetus konsep politik Islam klasik, menulis dalam al-Ahkฤmus Sulthฤniyyah wal Wilฤlฤyatud Diniyah, bahwa ada dua syarat utama seorang diangkat menjadi pemimpin. Pertama, memiliki sifat yang adil. Pemimpin adil merupakan salah satu faktor krusial dalam pembangunan dan keberhasilan sebuah negara. Sebuah negara yang dipimpin oleh pemimpin adil memiliki potensi untuk menciptakan masyarakat yang stabil, sejahtera, dan harmonis. Di bawah kepemimpinan yang adil, keadilan hukum, keamanan, dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai dengan lebih baik.
                  Kedua, mempunyai pengetahuan yang luas untuk membuat peraturan dan ijtihad dalam persoalan kenegaraan yang muncul. Pengetahuan yang luas, termasuk syarat utama seorang pemimpin. Dalam era globalisasi yang semakin kompleks dan terhubung erat, peran seorang pemimpin dalam menghadapi tantangan geopolitik dan geoekonomi global menjadi semakin krusial. Pengetahuan luas mengenai masalah-masalah tersebut menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang tepat untuk kepentingan negara dan rakyatnya.
               Tantangan perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, sengketa perbatasan, konflik militer, dan terorisme merupakan beberapa tantangan kompleks yang dihadapi oleh dunia saat ini. Pemimpin yang berada di garis depan dalam menangani masalah-masalah ini harus mampu memahami akar masalahnya, serta mempertimbangkan konsekuensi dan dampak jangka panjang dari tindakan yang diambil. Untuk itu, pemimpin harus bersifat adil dan punya pengetahuan luas dalam menyikapi semua persoalan di atas. Pengetahuan membantu pemimpin dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang tepat. Sedangkan sifat adil dapat membawa hukum, keamanan, dan kesejahteraan rakyat tercapai dengan baik.

Senin, 25 Maret 2024

Kemenangan Palestina Tanda Kiamat

               Kiamat merupakan sebuah misteri. Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan tibanya hal itu, baik dari golongan manusia maupun jin. Bahkan Nabi Muhammad menjawab, "Tidaklah penanya lebih tahu dari yang ditanya," saat ditanya oleh Malaikat Jibril. Sebab, hari kiamat merupakan rahasia Ilahi yang tidak bisa dibobol oleh siapa pun.
                Namun, ada beberapa tanda yang Allah bocorkan kepada Rasulullah, sehingga acap kali beliau mengutarakan kepada para shahabatnya hadis-hadis yang mengindikasikan tanda-tanda datangnya hari kiamat secara gamblang ataupun spesifik. Hal itu tidak lain agar mereka mewanti-wanti kedatangan hari itu dan sebagai tahdzir (ancaman) bagi mereka.
               Rasulullah pernah berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya saat memprediksikan jarak waktu terjadinya kiamat dari masa terutusnya beliau. Kejadian itu dikuatkan dengan kisah Tamim ad-Dari yang bertemu dengan makhluk raksasa yang dikenal dengan Dajjal terbelenggu di sebuah pulau terpencil. Makhluk itu mengatakan bahwa di antara sebab terbebasnya dari belenggu itu, terutusnya nabi terakhir di kota Makkah.
               Dari dua kisah tadi, ada indikasi bahwa dari zaman terutusnya Nabi Muhammad dengan hari kiamat sangat dekat. Selain itu, ada banyak tanda-tanda kiamat yang diprediksi oleh Rasulullah telah terjadi, seperti cuaca tak menentu, banyaknya bangunan menjulang tinggi, dan lain-lain. Bahkan, ada sebagian orang yang memprediksi datangnya kiamat saat Palestina merdeka dari jajahan Israel.
               Tentunya, kabar seperti ini malah menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Dengan kabar tersebut, bisa jadi di hati kecil sebagian orang ada harapan agar perang ini tidak pernah selesai, karena jika selesai maka kiamat pun tiba. Tentunya klarifikasi dan pengecekan ulang terhadap informasi semacam ini harus dilakukan agar kesalahpahaman ini dapat dikoreksi.
               Tampaknya informasi tersebut muncul dari hadis-hadis yang menceritakan kondisi akhir zaman dan juga bumi Syam, di mana saat ini wilayah tersebut dinamakan Palestina. Hadis-hadis tersebut umumnya bersifat futuristik dan berisi ramalan masa depan. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

ู„َุง ุชَุฒَุงู„ُ ุทَุงุฆِูَุฉٌ ู…ِู†ْ ุฃُู…َّุชِูŠ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุญَู‚ِّ ุธَุงู‡ِุฑِูŠู†َ ู„َุนَุฏُูˆِّู‡ِู…ْ ู‚َุงู‡ِุฑِูŠู†َ ู„َุง ูŠَุถُุฑُّู‡ُู…ْ ู…َู†ْ ุฎَุงู„َูَู‡ُู…ْ ุฅِู„َّุง ู…َุง ุฃَุตَุงุจَู‡ُู…ْ ู…ِู†ْ ู„َุฃْูˆَุงุกَ ุญَุชَّู‰ ูŠَุฃْุชِูŠَู‡ُู…ْ ุฃَู…ْุฑُ ุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَู‡ُู…ْ ูƒَุฐَู„ِูƒَ ู‚َุงู„ُูˆุง: ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَุฃَูŠْู†َ ู‡ُู…ْ؟ ู‚َุงู„َ: ุจِุจَูŠْุชِ ุงู„ْู…َู‚ْุฏِุณِ 
ูˆَุฃَูƒْู†َุงูِ ุจَูŠْุชِ ุงู„ْู…َู‚ْุฏِุณِ

Artinya: “Senantiasa ada kelompok dari umatku yang menang di atas kebenaran atas musuh mereka, orang yang menyelisihi mereka tidak membahayakan mereka kecuali apa yang menimpa mereka berupa kesulitan hidup sampai datang kepada mereka ketentuan Allah dan mereka demikian.” Mereka berkata, Ya Rasulullah dan mereka di mana? Beliau bersabda, “Baitul Maqdis dan sekitarnya.” (HR. Ahmad).
                Sepanjang perjalanan peradaban manusia, pasca wafatnya Nabi saw, kesedihan dan bencana serta perkara besar pun silih berganti terjadi. Artinya prediksi bahwa apabila Palestina menang sehingga menyebabkan kiamat belum tentu benar jika hanya berlandaskan hadis di atas. Tidak ada yang mengetahui kapan kiamat terjadi.
               Apabila kita menilik al-Quran maupun hadis, maka Rasulullah saja tidak mengetahui kapan terjadinya secara pasti. Informasi yang Rasulullah sampaikan hanya berupa ciri-cirinya saja, di mana ciri tersebut menjadi alamat umum yang realitanya terjadi dari masa ke masa, sehingga kecil kemungkinan bagi kita menyimpulkan kiamat terjadi di waktu tertentu. Bahkan dalam al-Quran Surat al-Ahzab ayat 63, Allah menegaskan:
               “Orang-orang akan bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah bahwa pengetahuan tentang hal itu hanya ada di sisi Allah.” Tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat.” (QS Al-Ahzab [33]:63).
               Pada intinya, ketentuan terjadinya kiamat ketika Palestina menang belum bisa dipastikan waktunya sebab keumuman hadis yang tidak menyebut waktu tertentu. Oleh sebab itu, tidak perlu ada kekhawatiran dalam menolong saudara-saudara kita di Palestina dengan dukungan doa dan harta yang disalurkan pada lembaga resmi dan terpercaya. Di sisi lain, persoalan terjadinya hari akhir hanya diketahui oleh Allah saja, Rasulullah pun tidak mengetahui waktu tepatnya kecuali hanya ciri dan alamatnya saja.

Minggu, 24 Maret 2024

Humanisme

                 Setiap manusia memiliki otoritas penuh dalam menjalani kehidupannya tanpa ada siapa pun yang bisa menghalang-halangi. Hal ini didasari oleh fitrah manusia yang sejatinya terlahir dalam keadaan merdeka; Ia telah berhak melakukan aktivitas seperti apapun, selagi hal itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ditetapkan oleh agama.
                   Nilai kemanusiaan dalam kehidupan merupakan hal yang urgen. Oleh sebab itu, syariat dari hulu ke hilir berupaya untuk memutus mata rantai perbudakan di muka bumi, karena tidak mencontohkan nilai kemanusiaan, melainkan menjadikannya layaknya binatang. Selain itu, di antara tindakan yang tidak sesuai dengan peri kemanusian adalah penjajahan di atas dunia.
                Bukti nyata anjuran syariat terkait pemutusan perbudakan di muka bumi, terabadikan dalam al-Quran Surat al-Balad ayat 12 dan 13, yang artinya: “Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu (yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya).”
                Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa pekerjaan besar yang sulit dilaksanakan antara lain adalah memerdekakan budak. Hal itu karena perbudakan pada waktu itu sudah sangat dalam merasuk ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik di Arab maupun di luarnya. Segala aktivitas manusia, seperti perdagangan, pertanian, kemiliteran, bahkan kehidupan sehari-hari, tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya budak yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat. Namun, pada ayat setelahnya, Allah meminta umat Islam agar menghapus perbudakan.
                    Pelaksanaannya memang tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur. Meski demikian, pada saat itu, orang-orang tetap merasa berat untuk merealisasikannya. Pemerdekaan budak juga dilakukan melalui cara-cara lain, misalnya dengan sanksi pelanggaran-pelanggaran yang hukumannya adalah memerdekakan budak. Seperti dalam sanksi pembunuhan, zhihar, dan melanggar sumpah. Juga dengan cara memberi kesempatan kepada budak itu untuk menebus dirinya.
                   Terkait penjajahan di atas dunia, memang tidak ada dalil sarih yang melarangnya, baik dalam al-Quran maupun Hadis. Bahkan secara historis, sejarah mencatat beberapa kasus peperangan yang dilakukan oleh kaum Muslim untuk menaklukkan negara-negara lain yang masih berbasis non-Muslim. Jawabannya, ada dua poin mendasar yang membedakan penjajahan saat ini dengan yang dilakukan oleh umat Islam di era keemasan Islam;
                      Pertama, mengesakan Allah. Tidak diragukan, bahwa semua penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam pada era shahabat atau generasi setelahnya tidak lain untuk memperluas daerah kekuasaan Islam. Dengan demikian, mereka bisa lebih mudah dan leluasa untuk mengajak orang lain untuk masuk Islam atau tunduk di bawah kekuasaan negara Islam.
                       Kedua, etika dalam berperang. Dalam perang, ada beberapa etika yang harus dipenuhi untuk menghindari peperangan yang membabi buta. Di antara etika dalam berperang ialah tidak menewaskan anak-anak kecil, wanita, dan orang-orang yang lemah. Oleh karena itu, semua penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam banyak mendapat respon baik, bahkan dari pihak musuh. Beda halnya dengan penjajahan yang terjadi saat ini.
                     Berdasarkan ketentuan ini, maka penjajahan atau perbudakan di atas dunia harus dihapus, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan. Lebih-lebih bila hal itu dilakukan dengan cara membabi buta, sehingga memicu terjadinya pertumpahan darah pada orang-orang lemah dan anak-anak kecil yang tak berdosa.

Senin, 04 Maret 2024

Inovasi Generasi Salaf


               Peradaban manusia sudah ada sejak berjuta tahun lalu. Sudah banyak generasi yang lahir. Jika dilihat dari tahun kelahirannya, perbedaan satu generasi dengan generasi lain cukup mudah untuk diketahui. Namun, selain itu ada juga hal lain yang membuat antardua generasi memiliki perbedaan.

               Perbedaan lain itu dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti nilai-nilai, sikap, cara berpikir, cara bekerja, dan gaya hidup. Perbedaan-perbedaan ini dapat memengaruhi cara berinteraksi antara satu generasi dengan generasi lainnya, dan juga mempengaruhi cara kerja dan gaya hidup yang mereka pilih.

                 Terkait perbedaan antargenerasi ini, Imam Hasan al-Bashri pernah berkomentar dalam salah satu karyanya, "Aku pernah menututi suatu kaum, andaikan kalian melihat mereka, kalian akan mengatakan, 'Mirip orang gila'. Akan Tapi, ketika mereka melihat kalian, mereka akan mengatakan, 'Mirip setan."

                Menurut sejarawan, Imam Hasan al-Bashri merupakan seorang tabiin, dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijrah (642 Masehi), yang menututi dua tahun sebelum wafatnya Khalifah Umar bin Khottob. Dia pernah menyusu dengan Ummu Salamah, istri Rasulullah Pada usia 14 bulan.

                 Secara tekstual, makolah Imam Hasan al-Bashri memberi indikasi mengenai perbedaan yang sangat mencolok antara generasi shahabat dan tabiin, baik dari segi ketakwaan, kewaraan, maupun kezuhudannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh tuntutan zaman yang tidak ada sinkronasi antara keduanya. Padahal, kalau di telisik, era sahabat dan tabiin tidak terlalu jauh atau bisa dibilang sangat dekat.

                  Kita bisa bayangkan, apa yang akan dikatakan para sahabat atau tabiin saat mengetahui betapa merosotnya zaman sekarang kalau dibandingkan era keemasan yang mereka alami. Mungkin mereka tidak hanya akan mengatakan kita gila, setan, Firaun, atau tokoh lain yang dianggap sangat bejat.

                 Tentunya, dari setiap generasi, yang paling dekat pembawa syariat, patut menyandang title generasi terbaik. Sebab, mereka merupakan penerus tongkat kepemimpinan dan penyebar ajaran Islam ke penjuru dunia. Rasulullah bersabda:

ุฎَูŠْุฑُูƒُู…ْ ู‚َุฑْู†ِูŠ، ุซُู…َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَู„ُูˆู†َู‡ُู…ْ، ุซُู…َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَู„ُูˆู†َู‡ُู…ْ

               “Sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang hidup pada masaku, kemudian orang-orang pada masa berikutnya, kemudian orang-orang pada masa berikutnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

                 Dari ketiga generasi tersebut, mereka lebih dikenal dengan generasi salaf. Sedangkan generasi setelahnya dikenal dengan sebuatan khalaf. Syaikh Doktor Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql mengatakan, “Salaf adalah generasi awal umat ini, yaitu para sahabat, tabiin dan para imam pembawa petunjuk pada tiga kurun yang mendapatkan keutamaan (sahabat, tabiin dan pengikut tabiin, red). Dan setiap orang yang meneladani dan berjalan di atas manhaj mereka di sepanjang masa disebut sebagai salafi sebagai bentuk penisbatan terhadap mereka.”

               Kita yakin bahwa agama Islam merupakan agama yang telah mencapai titik sempurna dan akan senantiasa terjaga. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, dalam praktek yang dilakukan kaum muslim banyak terjadi perubahan, baik dalam bentuk pengurangan maupun penambahan. Ini ditandai dengan munculnya berbagai perbuatan bidah dan maksiat yang menyebabkan beberapa ajaran Islam ternodai.

               Oleh karena itu, perlu ada usaha tajdid (pembaharuan) dan pemurnian ajaran Islam yang tersebar di tengah masyarakat. Kaum muslim membutuhkan orang yang akan memperbaharui agama ini dengan mengembalikan keaslian dan kemurnian ajaran suci ini. Dan Allah telah memberikan anugerah-Nya dengan memunculkan para mujaddid (pembaharu) yang mengikuti jejak Rasulullah untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah:

ุฅู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠَุจْุนَุซُ ู„ِู‡َุฐِู‡ِ ุงู„ْุฃُู…َّุฉِ ุนَู„َู‰ ุฑَุฃْุณِ ูƒُู„ِّ ู…ِุงุฆَุฉِ ุณَู†َุฉٍ ู…َู†ْ ูŠُุฌَุฏِّุฏُ ู„َู‡َุง ุฏِูŠู†َู‡َุง

               “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui mereka.” (HR. Abu Dawud : 4291)

               Tentang urgensi tajdid, Imam a-Munawi mengatakan, “Ketika Allah menetapkan Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, sementara berbagai peristiwa dan kejadian tak terhitung jumlahnya, padahal mengetahui hukum agama sudah menjadi tuntutan hingga hari kiamat; Di samping itu, zhahir nash-nash syariat belum cukup untuk menerangkan hukum semua peristiwa-peristiwa itu, sehingga harus ada cara yang bisa menyingkap semuanya. Maka hikmah Allah melahirkan para ulama di penghujung tiap abad yang memikul beban untuk menjelaskan kejadian-kejadian tersebut."

               Dari tajdid inilah, muncul inovasi-inovasi baru yang memurnikan ajaran Islam seperti sedia kala, tanpa menyalahi lambu-lambu syariat. Misalnya, pengumpulan naskah-naskah al-Quran pada masa Abu Bakar atas gagasan Umar bin Khatthab dan Kodifikasi hadis yang dilakukan berdasar perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan Bani Umayyah). Pada intinya, semua inovasi yang dilakukan oleh generasi salaf, tidak ada yang menyimpang dari ajaran-ajaran syariat.